BAB III PRAKTEK MEMANFAATAN UANG TITIPAN DI PONDOK PESANTREN ANNUQAYAH DAERAH LATEE GULUK-GULUK SUMENEP



A.    Deskripsi lokasi penelitian
Dalam bab ini akan disajikan hasil penelitian yang dilakukan selama kurang lebih tiga bulan di Pondok Pesantren Annuqayah daerah Latee Guluk-Guluk Sumenep Maduara sebagai lokasi penelitian yang telah ditetapkan.
Adapun alasan dipilihnya lokasi ini berdasarkan pada banyak bahan pertimbangan antara lain, yaitu: penulis dekat dengan lokasi penelitian sehingga akan lebih memudahkan pelaksanaan penelitian. Disamping itu juga pertimbangan keterbatasan waktu, tenaga, dan juga komunikasi dengan pihak-pihak terkait dengan penelitian ini lebih mudah.
1.      Sejarah singkat berdirinya Pondok Pesantren Annuqayah
Pendok Pesantren Annuqayah (PPA) didirikan oleh KH. Mohammad Syarqawi pada tahun 1887 M. Beliau adalah seorang yang alim yang berasal dari Kudus Jawa Tengah, bahkan menurut para sesepuh beliau adalah keturunan dari salah seorang wali songo, yaitu Sunan Kudus. Beliau juga pernah menetap di Mekkah untuk menuntut ilmu, dan kebetulan seangkatan dengan  KH. Nawawi al-Bantani (Banten) dan KH. Moh. Kholil bin Abdul Lathif (Bangkalan). Setelah menyelesaikan pendidikannya, beliau pindah ke desa Prenduan (di daerah ini keturunannya mendirikan Pondok Pesantren al-Amien) dan untuk selanjutnya menetap di Guluk-Guluk Sumenep dan mendirikan Pondok Pesantren Annuqayah.
                        Pondok Pesantren Annuqayah terbagi dalam beberapa daerah, yang mana tiap-tiap daerah dipinpin oleh seorang pengasuh atau lebih, serta mamiliki otonom untuk mengelola sendiri daerahnya. Ada sekitar  tujuh (7) daerah yang diakuai di Pondok Pesantren Annuqayah, untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada table berikut ini, yaitu:
TABLE I
Jumlah Daerah
NO
DAERAH
NO
DAERAH
1
Latee

5

Al-Hasan
2
Lubangsa

6

Sawajarin
3
Kusuma bangsa

7

Kebun Jeruk
4
Nirmala



Miskipun dari tiap-tiap daerah memiliki hak otonom sendiri tetapi dalam hal pendidikan tetap ada dalam satu naungan, yaitu Yayasan Pondok Pesantren Annuqayah. Dari segi jumlah santri, Pondok Pesantren Annuqayah mengalami fluktuasi setiap tahunnya, untuk tahun ini santri yang mukim di Pondok Pesantren Annuqayah kurang lebih 7.000 santri yang berasal dari seluruh kepulauan di indonisia.
                        Sampai saat ini Pondok Pesantren Annuqayah telah memiliki lembaga formal maupun non formal, mulai dari tingkat Taman Kanak-Kanak (TK) sampai perguruan tinggi (INSTIKA). Ditambah lagi lembaga informal yang mengelola kursus-kursus, diklat dan lain-lain, madrsah diniyah yang berkonsentrasi dengan kurikulum pendidikan salaf adalah penyeimbang pendidikan formal yang notabenenya banyak mereduksi kurikulum pelajaran umum. Disamping menggalakkan pendidikan, Pondok Pesantren juga tidak ketinggalan dalam pengembangan masyakat melalui Biro Pengabdian Masyarakat (BPM-PPA), Alhamdulillah usaha keras yang dilakukan Pondok Pesantren Annuqayah pernah mendapatkan “ Kalpataru ” (1981) dari Presiden RI dan “ Setya Lencana” (1995) dari mentri kehutanan RI. Dan pada tahun 2000 yang lalu, Pondok Pesantren Annuqayah sudah merayakan peringatan satu abad Annuqayah dengan mendatangkan Presiden RI ke-4, yaitu KH. Abdurrahman Wahid.
2.      Sejarah Singkat berdirinya Pondok Pesantren Annuqayah daerah Latee
Pondok Pesantren Annuqayah daerah Latee didirikan oleh KH. Abdullah Sajjad (salah seorang putra KH. Moh. Syarqawi pada tahun 1923). Pada tahun 1947. KH . Abdullah Sajjad gugur sebagai syahid dalam mempertahankan Negara dari agresi militer belanda. Kefakuman kepeminpinan pesantren dicoba diatasi ketika K. Anwar (santri kesayangan KH. Abdullah Sajjad) dengan dibantu oleh K.H.Moh. Mahfudz Husaini berusaha menjalankan kegiatan pendidikan di PP.Annuqayah daerah Latee untuk sementara waktu. Baru pada tahun 1953, kepeminpinan PP. Annuqayah daerah Latee di alihkan kepada KH. Ahmad Basyir Abdullah Sajjad yang berlangsung hingga sekarang.
Selama tahun-tahun pertama, kegiatan pendidikan dan pengajaran di PP. Annuqayah daerah Latee masih amat sederhana, yaitu dengan mengikuti metode konvensional tradisi Pesantren seperti pengajian al-Qur’an, pengajian kitab kuning secara sorogan, wetonan dan semacamnya. Kegiatan pendidikan dan pengajaran ini dapat dikatakan sebagai emrio bagi sistem pendidikan Podok Pesantren Annuqayah daerah Latee, yang pada dekade berikutnya semakin dimapankan dengan metode pendidikan madrasah modern dalam hal administrasi, tetapi tetap mempertahankan tradisi keilmuan Pesantren klasik dalam pengajarannya, Madrasah Diniyah Annuqayah Latee (MADAL).
3.      Letak Geografis
Pondok Pesantren  Annuqayah daerah Latee terletak kurang lebih 150 meter sebelah timur masjid Jami’ Annuqayah[1]. Pada tahun ini santri Pndok Pesantren Annuqayah daerah Latee tercatat 785 santri[2], dengan tabel rincian sebagai berikut:
TABEL II
Berdasarkan Satuan Pendidikan Formal[3]
NO
SATUAN PENDIDIKAN
JUMLAH
1.       
MI
7 orang
2.       
MTS
214 orang
3.       
MAI
140 orang
4.       
MAT
118 orang
5.       
SMA
140 orang
6.       
SMK
15 orang
7.       
INSTIKA
134 orang
8.       
LAIN2
37 orang
JUMLAH
785 orang
TABEL III
                     Berdasarkan Satuan Pendidikan  Informal (Diniyah)[4]
NO
SATUAN PENDIDIKAN
JUMLAH
1.       
Istdadi’i A-D
177 orang
2.       
Mubtadi’ kelas  I- IV
531 orang
3.       
Ustadz
26 orang
4.       
Lin 2
47 orang        
JUMLAH
785 orang
TABEL IV
Berdasarkan Rayon[5]
NO
NAMA
JUMLAH
1.       
Darul Lughah al-‘Arobiyah wal fiqh as-Salafi
69 orang
2.       
Tahfidzu al-Qur’an
35 orang
3.       
EAL (Englis Area Latee)
32 orang
4.       
Al- Ghazali
57 orang
5.       
Al- Bokhori
207 orang
6.       
Al- Farisi
127 orang
7.       
Al- Syafi’i
85 orang
8.       
Al- Qurtubi
89 orang
9.       
Al- Syathibi
64 orang
10.   
Apartemen (lokalisasi mahasiswa)
20 orang
JUMLAH
785 orang
4.      Prasarana yang dimiliki
Untuk memenuhi kebutuhan Santri, Pondok Pesantren  Annuqayah Daerah Latee menyediakan sarana-prasarana Sebanyak 381[6], sebagaimana tabel berikut:
TABEL V
Sarana-sarana
NO
NAMA PRASARANA
JUMLAH
KET
1.       
Mushalla berlantai dua
1 Buah

2.       
Kantor
5 buah

3.       
Perpustakaan
2 buah

4.       
Ruang sablon & percetakan
1 kamar

5.       
Unit usaha
2 buah

6.       
Kamar santri
214 kamar
Gudung
7.       
Kamar santri
118 kamar
Gedek
8.       
Dapur raksasa
1 buah
Untuk umum
9.       
Jading raksasa
1 buah
Untuk umum
10.   
Kamar kecil
16 kamar
Untuk umum
11.   
Toilet
13 kamar
Untuk umum
12.   
Kamar mandi
3 kamar
Untuk pengurus
13.   
Tempat udluk
1 buah

14.   
Pet raksasa
1 buah
Untuk umum
15.   
Pet
1 buah
Husus rayon DL, Tahfidz dan EAL
JUMLAH
381 buah sarana

5.      Kepengurusan Pondok Pesantren Annuqayah daerah Latee
Sebagai mana daerah lain Pondok Pesantren Annuqayah daerah Latee juga memiliki struktur kepengurusan yang merupakan pelaksana dari garis besar kepesantrenan yang telah disusun dan disesuaikan dengan kebijakan pengasuh, seperti tahun-tahu sebelumnya struktur kepengurusan terdiri dari Majlis Pertimbangan Pengurus (MPP), pengurus Pusat (meliputi Pengurus Harian dan depertemen-depertemen) dan pengurus Rayon, Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada struktur kepengurusan berikut ini[7].


Struktur Kepengurusan
Pondok Pesantren Annuqayah Latee
Majlis pertimbangan pengurus (MPP)
Ketua
Wakil ketua
Bendahara
Departemen-Departemen
Sekretaris
1. Deparetmen peribadatan
2. Departemen pendidikn dan pengajaran
6. Departemen publigasi dan organisasi
4. Departemen Olahraga, Kesehatan, Kesenian dan Keterampilan
Pengurus Rayon
3. Departemen pengajian al-qur’an dan kitab
7. Departemen pekerjaan umun (PU)
5. Departemen Kebersihan dan lingkungan hidup
8. Departemen keamanan dan ketertiban
Rayon Darul Lughah ali-’arabiyah wal Fiqh as-Salafi (DL)
Rayon Englis Aria Latee (EAL)
Rayon Tahfidzul Al-qur’an
Rayon Al– Bukhori
Rayon Al– Farisi
Rayon  Al– Qurtubi
Rayon As-Syafi’i
Rayon  As-Syatibi
Rayon Al-Ghazali
Rayon  Apartemen (Lokasi Mahasiswa)
Santri
6.      Kondisi (Keadaan) Santri
Pada periode ini santri yang ada berjumlah 785 santri yang terbesar di 4 rayon yaitu rayon al-Bokhori, al-Farisi, as-Safi’ie, al-Qurtubiy, dan Darul Lughah al-‘Arobiyah Wal Fiqh as-Salafi. Masing-masing rayon mempunyai ciri has yang berbeda antara satu dengan yang lainnya seperti halnya Darul Lughah al-‘Arobiyah wal Fiqh as-Salafi yang berkonsentrasi untuk pembinaan dan pengembangan kitab kuning dan bahasa arab. Selain kegiatan yang telah diprogaram oleh pengurus pusat, santri juga memperoleh pelayanan kegiatan dari pengurus rayon melalui programnya, seperti kegiatan diskusi, penerbitan, kreasi bakat, minat, gerakan bayin, tadabbur alam dan sebagainya.

B.     Praktek akad penitipan uang titipan
                    Menitipkan uang dan menerima uang titipan (fulusu al- wadi’ah) adalah bagian aktifitas muamalat yang sering terjadi dalam hidup bersosial. Menerima uang titipan adalah sebuah tindakan yang mulia dan dianjurkan oleh agama islam, jika penerima manpu untuk menjaganya dan bertanggung jawab.
          Praktek akad titipan tersebut kerapkali dilakukan oleh santri di Pondok Pesantren Annuqayah daerah Latee, karena Pondok Pesantren adalah merupakan gambaran umum dari kehidupan masyarakat, sehingga antar sesama santri atau santri dengan masyarakat saling membutuhkan bantuan atau pertolongan. Diantara bentuk pertolongan yang sering terjadi pada sebagian pengurus atau santri senior adalah sering menerima titipan atau amanah disetiap harinya atau lebih-lebih disetiap  tahun ajaran baru dari wali santri untuk mendidik dan mengasuh anaknya yang masih kecil dan masih belum dianggap dewasa untuk memberikan arahan dan mutifasi kepadanya layaknya orang tua mereka, sehingga uang belanja dan kebutuhan lainnya dititipkan atau dipasrahkan penuh kepadanya[8].
Sedangkan praktek penitipan yang lumrah yang terjadi di Pondok Pesantren Annuqayah daerah Latee cendrung berbeda-beda, kalau cara penitipan yang dilakukan oleh santri sama santri, maka cara penitipannya sangat berbeda diantara satu sama yang lain sesuai dengan kehendak dan kesepakatan kedua belah pihak (penitip dan penerima titipan) tetapi secara rialita yang terjadi adalah santri junior menitipkan uang pada santri senior yang uangnya masih agak lama untuk digunakan, biasanya uang tersebut akan dimanfaatkan pada momen-momen tertentu misalnya menitipkan uang untuk acara rihlah ilmiyah, ziaroh wali songo dan wisata religi.[9]
Dan ada pula Sebagian santri yang menitipkan uang belanjanya dengan mengatakan kepada temannya “Sengkok matoroah pessi, tang lamari tade’ kocinah[10] ucapan tersebut secara umum dipahami oleh para santri dengan kata-kata titipan, dan ada juga penitipan yang dilakukan oleh santri kepada teman seniornya yang hidup sekamar dengannya dengan mengatakan ” saya ingin menitipkan uang kepadamu dan akan diminta manakala dibutuhkan, karena kalau saya pegang sendiri uang ini cepat habis dibuat jajan ”[11]. Ada pula yang penitipan itu diminta oleh sebagian senior atau pengurus, karena pengurus merasa kasihan terhadap anak tersebut, karena uangnya selalu hilang, habis dan terkadang selalu habis dibuat jajan.[12]
Sedangkan praktek akad penitipan yang lumrah yang dilakukan antara wali santri dengan santri senior tidak jauh berbeda, namun secara realita yang terjadi di setiap tahunnya lebih-lebih pada tahun ajaran baru ialah wali santri menemui santri senior dan memasrahkan anaknya sekaligus menitipkan uang kebutuhan hidupnya dan terkadang sebagian wali santri itu memberikan ketentuan yang berbeda dalam penggunaan uang tersebut terhadap anaknya sesuai dengan kemanpuan mereka, ada yang mensyaratkan dalam sehari jangan memberikan uang belanjanya lebih dari 5000 ada 10000 dan juga 15000 tergantung dengan taraf ekonominya[13]. Ada pula wali santri yang memasrahkan secara penuh dan tidak memberi batasan berapa dan berapa kepada santri senior atau ustadz terkait dengan pemberian uang tresebut untuk kebutuhan anaknya dan apabila uangnya sudah habis penerima titipan (ustadz atau pengurus senior) diharapkan oleh walinya untuk bemberi informasi kepadanya (walinya) agar uangnya dikirimkan (dikunjungi)[14].

C.    Praktek Pemanfaatan Uang Titipan
Secara realita, hampir setiap santri senior atau pengurus yang mendapatkan amanah atau titipan dari wali santri untuk mengurus keungan anaknya tidak segan-segan memakai dan menggunakan uang titipan tersebut untuk suatu keperluan.[15]
Pemanfaatan uang titipan dikalangan santri di Pondok Pesantren Annuqayah daerah Latee sudah menjadi hal yang biasa, karena anggapan mereka bahwa menggunakan uang tersebut adalah boleh-boleh saja dan uang tersebut termasuk tanggung jawab, karena kalau dibutuhkan kapan saja ia siap menggantinya.
Mengenai praktek pemanfaatan uang titipan yang terjadi dikalangan santri sebagaimana sekilas telah dijelaskan pada latar belakang masalah di bab pertama bahwa penerima titipan memanfaatkan uang titipan tersebut manakala ia membutuhkan namun tanpa sepengetahuan penitip dan disamping dimanfaatakan untuk kepentingan dirinya ia juga meminjamkan kepada temannya yang sangat membutuhkan uang dengan alasan ia ingin membantu atau menolong temannya yang dalam kedaan terhimpit kesusahan miskipun status uang yang diberikannya masih belum jelas, tetapi yang jelas uang tersebut bukan miliknya sendiri.
Sedangkan akad yang digunakan dalam pemanfatan uang tersebut menurut pernyataan sebagian penerima uang titipan ia mengatakan bahwa di dalam pemanfatanya tidak ada akad apa-apa, karena penerima uang titipan tersebut memanfaatkan uangnya tanpa sepangetahuan penitip,[16] namun sebenarnya ia bermagsud untuk meminjam, namun tidak disampaikan kepada pihak penitip.
D.    Maslahah dan mafsadah pemanfaatan uang titipan
Dalam segala tindakan tidak pernah terlepas  dari adanya konsekwensi baik atau buruk, karena itu adalah merupakan hukum alam (sunnatullah), demikian juga dalam hal pemanfaatan uang titipan mesti ada konsekwensi tersndiri yang harus ditanggung oleh penitip atau penerima titipan (mudi’ dan Muda’).
Secara sepintas penulis masih belum mendapatkan dampak nigatif (mafsadah) yang jelas yang terjadi di Pondok Pesantren Annuqayah daerah Latee, namun setelah penulis melakukan observasi dan penelitian lebih lanjut dan mendetail dan wawancara dengan pihak penitip dan penerima uang titipan di lingkungan praktek terjadinya pemanfaatan uang titipan ternyata tersingkap beberapa maslahah dan mafsadah sebagaimana yang akan diuraikan dengan sistimatis berikut ini.
o   Maslahah dan mafsadah bagi penitip uang.
1.      Dari segi Maslahah
-          Penitip merasa ringan, tenang dan terhindar dari kehawatiran atas kehilangan dan tidak boros di dalam memanfaatkan uangnya, karena  jatah yang dimilikinya terbatas sesuai dengan kesepakatan bersama, oleh karena itu penitip merasa sungkan untuk meminta uangnya melebihi jatah yang telah disepakati bersama keculi ada kebutuhan yang mendesak dan harus melebihi dari jatah seperti halnya untuk kebutuhan sumbangan dan bayar SPP dan lin sebagainya[17].
-          Penitip merasa ada orang yang bertanggung jawab atas masalah keuangan, jika terjadi suatu masalah, misalkan hilang dan sebagainya.
2.      Dari segi Mafsadah
-          Penitip terkadang merasa kesal bila mana penitip membutuhkan uangnya dan orang yang dititipi sedang pepergian dan harus menunggu dengan waktu lama atau orang yang bersangkutan menunda waktu pemberiannya, misalnya diminta diwatu pagi harus menunggu siang hari atau waktu sore hari, karena uang titipanya masih dimanfaatkan dan penitip masih bulum bisa mencarikan gantinya[18].
-          Karena tidak semua orang (yang menerima titipan uang) itu jujur, maka ada kemungkinan uang yang kita titipkan kepadanya, ia gunakan untuk kepentingan pribadinya secara berlebihan, atau mungkin juga disalahgunakan untuk hal-hal yang tidak-tidak. Dalam artian menyalahi koridor agama, Seperti yang terjadi pada salah satu santri rayon al-Bukhari asal desa Masalima Masalembu Sumenep. Uang yang ia titipkan kepada seseorang, ternyata digunakan untuk membeli HP dan kado ulang tahun pacar si penerima titipan[19]. Jelas dalam kasus ini, santri (yang menitipkan uang) itu yang dirugikan.
-          Rasa kemandirian panitip (santri yang menitip) sulit terbangun karena ada rasa ketergantungan kepada penerima titipan (ustadz atau santri senior).[20]
o   Maslahah dan mafsadah bagi penerima uang titipan
1.      Dari segi maslahah
-          Penerima titipan (Muda’) merasa mudah bilamana ia sangat membutuhkan uang dan tidak butuh mencari pinjman kepada orang lain untuk memenuhi kebutuhannya cukup menggunakan uang titipan yang ada[21].
-          Rasa tanggung jawab bagi penerima titipan semakin kuat, karena merasa berhutang budi kepada penitip, atas uang yang telah dimanfaatkannya.[22]
2.      Dari segi Mafsadah
-          Penerima titipan merasa terbebani dengan adanya penitipan tersebut, karena dia hawatir tidak dapat berlaku amanah dan tidak bisa bertanggung jawab atas kehilangannya[23].
-          Pamanfaat uang titipan merasa kesulitan dan susah untuk mencari ganti uang yang telah dimanfaatkannya.[24]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages