A.
Deskripsi
lokasi penelitian
Dalam
bab ini akan disajikan hasil penelitian yang dilakukan selama kurang lebih tiga
bulan di Pondok Pesantren Annuqayah daerah Latee Guluk-Guluk Sumenep Maduara
sebagai lokasi penelitian yang telah ditetapkan.
Adapun
alasan dipilihnya lokasi ini berdasarkan pada banyak bahan pertimbangan antara
lain, yaitu: penulis dekat dengan lokasi penelitian sehingga akan lebih
memudahkan pelaksanaan penelitian. Disamping itu juga pertimbangan keterbatasan
waktu, tenaga, dan juga komunikasi dengan pihak-pihak terkait dengan penelitian
ini lebih mudah.
1.
Sejarah
singkat berdirinya Pondok Pesantren Annuqayah
Pendok
Pesantren Annuqayah (PPA) didirikan oleh KH. Mohammad Syarqawi pada tahun 1887
M. Beliau adalah seorang yang alim yang berasal dari Kudus Jawa Tengah, bahkan
menurut para sesepuh beliau adalah keturunan dari salah seorang wali songo,
yaitu Sunan Kudus. Beliau juga pernah menetap di Mekkah untuk menuntut ilmu,
dan kebetulan seangkatan dengan KH.
Nawawi al-Bantani (Banten) dan KH. Moh. Kholil bin Abdul Lathif (Bangkalan).
Setelah menyelesaikan pendidikannya, beliau pindah ke desa Prenduan (di daerah ini
keturunannya mendirikan Pondok Pesantren al-Amien) dan untuk selanjutnya
menetap di Guluk-Guluk Sumenep dan mendirikan Pondok Pesantren Annuqayah.
Pondok Pesantren Annuqayah
terbagi dalam beberapa daerah, yang mana tiap-tiap daerah dipinpin oleh seorang
pengasuh atau lebih, serta mamiliki otonom untuk mengelola sendiri daerahnya.
Ada sekitar tujuh (7) daerah yang
diakuai di Pondok Pesantren Annuqayah, untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada
table berikut ini, yaitu:
TABLE
I
Jumlah
Daerah
NO
|
DAERAH
|
NO
|
DAERAH
|
1
|
Latee
|
5 |
Al-Hasan
|
2
|
Lubangsa
|
6 |
Sawajarin
|
3
|
Kusuma bangsa
|
7 |
Kebun Jeruk
|
4
|
Nirmala
|
Miskipun
dari tiap-tiap daerah memiliki hak otonom sendiri tetapi dalam hal pendidikan
tetap ada dalam satu naungan, yaitu Yayasan Pondok Pesantren Annuqayah. Dari
segi jumlah santri, Pondok Pesantren Annuqayah mengalami fluktuasi setiap
tahunnya, untuk tahun ini santri yang mukim di Pondok Pesantren Annuqayah kurang
lebih 7.000 santri yang berasal dari seluruh kepulauan di indonisia.
Sampai saat ini Pondok
Pesantren Annuqayah telah memiliki lembaga formal maupun non formal, mulai dari
tingkat Taman Kanak-Kanak (TK) sampai perguruan tinggi (INSTIKA). Ditambah lagi
lembaga informal yang mengelola kursus-kursus, diklat dan lain-lain, madrsah
diniyah yang berkonsentrasi dengan kurikulum pendidikan salaf adalah
penyeimbang pendidikan formal yang notabenenya banyak mereduksi kurikulum pelajaran
umum. Disamping menggalakkan pendidikan, Pondok Pesantren juga tidak ketinggalan
dalam pengembangan masyakat melalui Biro Pengabdian Masyarakat (BPM-PPA),
Alhamdulillah usaha keras yang dilakukan Pondok Pesantren Annuqayah pernah
mendapatkan “ Kalpataru ” (1981) dari Presiden RI dan “ Setya Lencana” (1995)
dari mentri kehutanan RI. Dan pada tahun 2000 yang lalu, Pondok Pesantren
Annuqayah sudah merayakan peringatan satu abad Annuqayah dengan mendatangkan Presiden
RI ke-4, yaitu KH. Abdurrahman Wahid.
2.
Sejarah
Singkat berdirinya Pondok Pesantren Annuqayah daerah Latee
Pondok Pesantren Annuqayah daerah Latee didirikan oleh KH. Abdullah
Sajjad (salah seorang putra KH. Moh. Syarqawi pada tahun 1923). Pada tahun
1947. KH . Abdullah Sajjad gugur sebagai syahid dalam mempertahankan Negara
dari agresi militer belanda. Kefakuman kepeminpinan pesantren dicoba diatasi
ketika K. Anwar (santri kesayangan KH. Abdullah Sajjad) dengan dibantu oleh
K.H.Moh. Mahfudz Husaini berusaha menjalankan kegiatan pendidikan di
PP.Annuqayah daerah Latee untuk sementara waktu. Baru pada tahun 1953,
kepeminpinan PP. Annuqayah daerah Latee di alihkan kepada KH. Ahmad Basyir Abdullah
Sajjad yang berlangsung hingga sekarang.
Selama tahun-tahun pertama, kegiatan pendidikan dan pengajaran di
PP. Annuqayah daerah Latee masih amat sederhana, yaitu dengan mengikuti metode
konvensional tradisi Pesantren seperti pengajian al-Qur’an, pengajian kitab
kuning secara sorogan, wetonan dan semacamnya. Kegiatan
pendidikan dan pengajaran ini dapat dikatakan sebagai emrio bagi sistem
pendidikan Podok Pesantren Annuqayah daerah Latee, yang pada dekade berikutnya
semakin dimapankan dengan metode pendidikan madrasah modern dalam hal
administrasi, tetapi tetap mempertahankan tradisi keilmuan Pesantren klasik
dalam pengajarannya, Madrasah Diniyah Annuqayah Latee (MADAL).
3.
Letak
Geografis
Pondok Pesantren Annuqayah daerah
Latee terletak kurang lebih 150 meter sebelah timur masjid Jami’ Annuqayah[1].
Pada tahun ini santri Pndok Pesantren Annuqayah daerah Latee tercatat 785
santri[2],
dengan tabel rincian sebagai berikut:
TABEL II
Berdasarkan
Satuan Pendidikan Formal[3]
NO
|
SATUAN
PENDIDIKAN
|
JUMLAH
|
1.
|
MI
|
7 orang
|
2.
|
MTS
|
214 orang
|
3.
|
MAI
|
140 orang
|
4.
|
MAT
|
118 orang
|
5.
|
SMA
|
140 orang
|
6.
|
SMK
|
15 orang
|
7.
|
INSTIKA
|
134 orang
|
8.
|
LAIN2
|
37
orang
|
JUMLAH
|
785
orang
|
TABEL
III
Berdasarkan Satuan
Pendidikan Informal (Diniyah)[4]
NO
|
SATUAN
PENDIDIKAN
|
JUMLAH
|
1.
|
Istdadi’i A-D
|
177 orang
|
2.
|
Mubtadi’ kelas I- IV
|
531 orang
|
3.
|
Ustadz
|
26 orang
|
4.
|
Lin 2
|
47 orang
|
JUMLAH
|
785 orang
|
TABEL IV
Berdasarkan
Rayon[5]
NO
|
NAMA
|
JUMLAH
|
1.
|
Darul Lughah al-‘Arobiyah wal fiqh as-Salafi
|
69 orang
|
2.
|
Tahfidzu al-Qur’an
|
35 orang
|
3.
|
EAL (Englis Area Latee)
|
32 orang
|
4.
|
Al- Ghazali
|
57 orang
|
5.
|
Al- Bokhori
|
207 orang
|
6.
|
Al- Farisi
|
127 orang
|
7.
|
Al- Syafi’i
|
85 orang
|
8.
|
Al- Qurtubi
|
89 orang
|
9.
|
Al- Syathibi
|
64 orang
|
10.
|
Apartemen (lokalisasi mahasiswa)
|
20 orang
|
JUMLAH
|
785 orang
|
4.
Prasarana
yang dimiliki
Untuk
memenuhi kebutuhan Santri, Pondok Pesantren
Annuqayah Daerah Latee menyediakan sarana-prasarana Sebanyak 381[6], sebagaimana
tabel berikut:
TABEL
V
Sarana-sarana
NO
|
NAMA
PRASARANA
|
JUMLAH
|
KET
|
1.
|
Mushalla
berlantai dua
|
1
Buah
|
|
2.
|
Kantor
|
5
buah
|
|
3.
|
Perpustakaan
|
2
buah
|
|
4.
|
Ruang sablon
& percetakan
|
1
kamar
|
|
5.
|
Unit
usaha
|
2 buah
|
|
6.
|
Kamar
santri
|
214
kamar
|
Gudung
|
7.
|
Kamar
santri
|
118
kamar
|
Gedek
|
8.
|
Dapur
raksasa
|
1
buah
|
Untuk
umum
|
9.
|
Jading
raksasa
|
1
buah
|
Untuk
umum
|
10.
|
Kamar
kecil
|
16
kamar
|
Untuk
umum
|
11.
|
Toilet
|
13
kamar
|
Untuk
umum
|
12.
|
Kamar
mandi
|
3 kamar
|
Untuk
pengurus
|
13.
|
Tempat
udluk
|
1
buah
|
|
14.
|
Pet
raksasa
|
1
buah
|
Untuk
umum
|
15.
|
Pet
|
1
buah
|
Husus
rayon DL, Tahfidz dan EAL
|
JUMLAH
|
381
buah sarana
|
5.
Kepengurusan
Pondok Pesantren Annuqayah daerah Latee
Sebagai
mana daerah lain Pondok Pesantren Annuqayah daerah Latee juga memiliki struktur
kepengurusan yang merupakan pelaksana dari garis besar kepesantrenan yang telah
disusun dan disesuaikan dengan kebijakan pengasuh, seperti tahun-tahu
sebelumnya struktur kepengurusan terdiri dari Majlis Pertimbangan Pengurus (MPP),
pengurus Pusat (meliputi Pengurus Harian dan depertemen-depertemen) dan
pengurus Rayon, Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada struktur kepengurusan berikut
ini[7].
Struktur Kepengurusan
Pondok
Pesantren Annuqayah Latee
Majlis pertimbangan pengurus (MPP)
|
Ketua
|
Wakil ketua
|
Bendahara
|
Departemen-Departemen
|
Sekretaris
|
1.
Deparetmen peribadatan
|
2. Departemen pendidikn dan
pengajaran
|
6. Departemen publigasi dan organisasi
|
4. Departemen
Olahraga, Kesehatan, Kesenian dan Keterampilan
|
Pengurus
Rayon
|
3. Departemen pengajian al-qur’an dan
kitab
|
7. Departemen
pekerjaan umun (PU)
|
5. Departemen Kebersihan dan
lingkungan hidup
|
8. Departemen keamanan dan ketertiban
|
Rayon Darul Lughah ali-’arabiyah wal Fiqh
as-Salafi (DL)
|
Rayon Englis Aria Latee (EAL)
|
Rayon Tahfidzul Al-qur’an
|
Rayon Al– Bukhori
|
Rayon Al– Farisi
|
Rayon Al–
Qurtubi
|
Rayon As-Syafi’i
|
Rayon
As-Syatibi
|
Rayon Al-Ghazali
|
Rayon Apartemen (Lokasi Mahasiswa)
|
Santri
|
6.
Kondisi
(Keadaan) Santri
Pada
periode ini santri yang ada berjumlah 785 santri yang terbesar di 4 rayon yaitu
rayon al-Bokhori, al-Farisi, as-Safi’ie, al-Qurtubiy, dan Darul Lughah al-‘Arobiyah
Wal Fiqh as-Salafi. Masing-masing rayon mempunyai ciri has yang berbeda antara
satu dengan yang lainnya seperti halnya Darul Lughah al-‘Arobiyah wal Fiqh as-Salafi
yang berkonsentrasi untuk pembinaan dan pengembangan kitab kuning dan bahasa
arab. Selain kegiatan yang telah diprogaram oleh pengurus pusat, santri juga
memperoleh pelayanan kegiatan dari pengurus rayon melalui programnya, seperti
kegiatan diskusi, penerbitan, kreasi bakat, minat, gerakan bayin, tadabbur alam
dan sebagainya.
B.
Praktek
akad penitipan uang titipan
Menitipkan uang dan menerima uang titipan (fulusu al- wadi’ah) adalah bagian aktifitas muamalat yang sering terjadi
dalam hidup bersosial. Menerima uang titipan adalah sebuah tindakan yang mulia
dan dianjurkan oleh agama islam, jika penerima manpu untuk menjaganya dan
bertanggung jawab.
Praktek akad titipan tersebut kerapkali
dilakukan oleh santri di Pondok Pesantren Annuqayah daerah Latee, karena Pondok
Pesantren adalah merupakan gambaran umum dari kehidupan masyarakat, sehingga antar
sesama santri atau santri dengan masyarakat saling membutuhkan bantuan atau
pertolongan. Diantara bentuk pertolongan yang sering terjadi pada sebagian
pengurus atau santri senior adalah sering menerima titipan atau amanah disetiap
harinya atau lebih-lebih disetiap tahun
ajaran baru dari wali santri untuk mendidik dan mengasuh anaknya yang masih
kecil dan masih belum dianggap dewasa untuk memberikan arahan dan mutifasi kepadanya
layaknya orang tua mereka, sehingga uang belanja dan kebutuhan lainnya dititipkan
atau dipasrahkan penuh kepadanya[8].
Sedangkan praktek penitipan yang lumrah yang terjadi di
Pondok Pesantren Annuqayah daerah Latee cendrung berbeda-beda, kalau cara penitipan
yang dilakukan oleh santri sama santri, maka cara penitipannya sangat berbeda diantara
satu sama yang lain sesuai dengan kehendak dan kesepakatan kedua belah pihak (penitip
dan penerima titipan) tetapi secara rialita yang terjadi adalah santri junior
menitipkan uang pada santri senior yang uangnya masih agak lama untuk digunakan,
biasanya uang tersebut akan dimanfaatkan pada momen-momen tertentu misalnya
menitipkan uang untuk acara rihlah ilmiyah, ziaroh wali songo dan wisata religi.[9]
Dan ada pula Sebagian santri yang menitipkan uang
belanjanya dengan mengatakan kepada temannya “Sengkok matoroah pessi, tang
lamari tade’ kocinah[10]” ucapan tersebut secara umum dipahami oleh para santri dengan kata-kata
titipan, dan ada juga penitipan yang dilakukan oleh
santri kepada teman seniornya yang hidup sekamar dengannya dengan mengatakan ” saya
ingin menitipkan uang kepadamu dan akan diminta manakala dibutuhkan, karena
kalau saya pegang sendiri uang ini cepat habis dibuat jajan ”[11]. Ada pula yang penitipan itu diminta oleh
sebagian senior atau pengurus, karena pengurus merasa kasihan terhadap anak
tersebut, karena uangnya selalu hilang, habis dan terkadang selalu habis dibuat
jajan.[12]
Sedangkan praktek akad penitipan yang lumrah yang dilakukan
antara wali santri dengan santri senior tidak jauh berbeda, namun secara
realita yang terjadi di setiap tahunnya lebih-lebih pada tahun ajaran baru
ialah wali santri menemui santri senior dan memasrahkan anaknya sekaligus
menitipkan uang kebutuhan hidupnya dan terkadang sebagian wali santri itu
memberikan ketentuan yang berbeda dalam penggunaan uang tersebut terhadap
anaknya sesuai dengan kemanpuan mereka, ada yang mensyaratkan dalam sehari
jangan memberikan uang belanjanya lebih dari 5000 ada 10000 dan juga 15000
tergantung dengan taraf ekonominya[13].
Ada pula wali santri yang memasrahkan secara penuh dan tidak memberi batasan
berapa dan berapa kepada santri senior atau ustadz terkait dengan pemberian
uang tresebut untuk kebutuhan anaknya dan apabila uangnya sudah habis penerima
titipan (ustadz atau pengurus senior) diharapkan oleh walinya untuk bemberi
informasi kepadanya (walinya) agar uangnya dikirimkan (dikunjungi)[14].
C.
Praktek
Pemanfaatan Uang Titipan
Secara
realita, hampir setiap santri senior atau pengurus yang mendapatkan amanah atau
titipan dari wali santri untuk mengurus keungan anaknya tidak segan-segan
memakai dan menggunakan uang titipan tersebut untuk suatu keperluan.[15]
Pemanfaatan
uang titipan dikalangan santri di Pondok Pesantren Annuqayah daerah Latee sudah
menjadi hal yang biasa, karena anggapan mereka bahwa menggunakan uang tersebut
adalah boleh-boleh saja dan uang tersebut termasuk tanggung jawab, karena kalau
dibutuhkan kapan saja ia siap menggantinya.
Mengenai
praktek pemanfaatan uang titipan yang terjadi dikalangan santri sebagaimana sekilas
telah dijelaskan pada latar belakang masalah di bab pertama bahwa penerima
titipan memanfaatkan uang titipan tersebut manakala ia membutuhkan namun tanpa
sepengetahuan penitip dan disamping dimanfaatakan untuk kepentingan dirinya ia
juga meminjamkan kepada temannya yang sangat membutuhkan uang dengan alasan ia
ingin membantu atau menolong temannya yang dalam kedaan terhimpit kesusahan miskipun
status uang yang diberikannya masih belum jelas, tetapi yang jelas uang
tersebut bukan miliknya sendiri.
Sedangkan
akad yang digunakan dalam pemanfatan uang tersebut menurut pernyataan sebagian penerima
uang titipan ia mengatakan bahwa di dalam pemanfatanya tidak ada akad apa-apa,
karena penerima uang titipan tersebut memanfaatkan uangnya tanpa sepangetahuan
penitip,[16]
namun sebenarnya ia bermagsud untuk meminjam, namun tidak disampaikan kepada pihak
penitip.
D.
Maslahah dan
mafsadah pemanfaatan uang titipan
Dalam
segala tindakan tidak pernah terlepas dari adanya konsekwensi baik atau buruk,
karena itu adalah merupakan hukum alam (sunnatullah), demikian juga dalam
hal pemanfaatan uang titipan mesti ada konsekwensi tersndiri yang harus
ditanggung oleh penitip atau penerima titipan (mudi’ dan Muda’).
Secara
sepintas penulis masih belum mendapatkan dampak nigatif (mafsadah) yang
jelas yang terjadi di Pondok Pesantren Annuqayah daerah Latee, namun setelah
penulis melakukan observasi dan penelitian lebih lanjut dan mendetail dan
wawancara dengan pihak penitip dan penerima uang titipan di lingkungan praktek
terjadinya pemanfaatan uang titipan ternyata tersingkap beberapa maslahah dan
mafsadah sebagaimana yang akan diuraikan dengan sistimatis berikut ini.
o
Maslahah dan
mafsadah bagi penitip uang.
1.
Dari segi Maslahah
-
Penitip merasa ringan,
tenang dan terhindar dari kehawatiran atas kehilangan dan tidak boros di dalam
memanfaatkan uangnya, karena jatah yang
dimilikinya terbatas sesuai dengan kesepakatan bersama, oleh karena itu penitip
merasa sungkan untuk meminta uangnya melebihi jatah yang telah disepakati
bersama keculi ada kebutuhan yang mendesak dan harus melebihi dari jatah
seperti halnya untuk kebutuhan sumbangan dan bayar SPP dan lin sebagainya[17].
-
Penitip merasa
ada orang yang bertanggung jawab atas masalah keuangan, jika terjadi suatu
masalah, misalkan hilang dan sebagainya.
2.
Dari segi Mafsadah
-
Penitip
terkadang merasa kesal bila mana penitip membutuhkan uangnya dan orang yang
dititipi sedang pepergian dan harus menunggu dengan waktu lama atau orang yang
bersangkutan menunda waktu pemberiannya, misalnya diminta diwatu pagi harus
menunggu siang hari atau waktu sore hari, karena uang titipanya masih
dimanfaatkan dan penitip masih bulum bisa mencarikan gantinya[18].
-
Karena tidak
semua orang (yang menerima titipan uang) itu jujur, maka ada kemungkinan uang
yang kita titipkan kepadanya, ia gunakan untuk kepentingan pribadinya secara
berlebihan, atau mungkin juga disalahgunakan untuk hal-hal yang tidak-tidak.
Dalam artian menyalahi koridor agama, Seperti yang terjadi pada salah satu
santri rayon al-Bukhari asal desa Masalima Masalembu Sumenep. Uang yang ia
titipkan kepada seseorang, ternyata digunakan untuk membeli HP dan kado ulang
tahun pacar si penerima titipan[19].
Jelas dalam kasus ini, santri (yang menitipkan uang) itu yang dirugikan.
-
Rasa kemandirian
panitip (santri yang menitip) sulit terbangun karena ada rasa ketergantungan
kepada penerima titipan (ustadz atau santri senior).[20]
o
Maslahah dan
mafsadah bagi penerima uang titipan
1.
Dari segi maslahah
-
Penerima
titipan (Muda’) merasa mudah bilamana ia sangat membutuhkan uang dan
tidak butuh mencari pinjman kepada orang lain untuk memenuhi kebutuhannya cukup
menggunakan uang titipan yang ada[21].
-
Rasa tanggung
jawab bagi penerima titipan semakin kuat, karena merasa berhutang budi kepada
penitip, atas uang yang telah dimanfaatkannya.[22]
2.
Dari segi Mafsadah
-
Penerima
titipan merasa terbebani dengan adanya penitipan tersebut, karena dia hawatir
tidak dapat berlaku amanah dan tidak bisa bertanggung jawab atas kehilangannya[23].
-
Pamanfaat uang
titipan merasa kesulitan dan susah untuk mencari ganti uang yang telah
dimanfaatkannya.[24]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar