A. Latar Belakan
Masalah
Agama islam adalah agama hanafiyah
as-Samhah, agama yang suka toleran terhadaf pemeluknya, agama yang tidak
hanya mengatur masalah hubungan spiritual (ibadah) bagi pemeluknya, namun juga mengatur masalah hubungan horizontal (muamalat)
untuk kemaslahatan ummat di Dunia dan Akhirat. Tata aturan agama tentang
hubungan kepentingan antar manusia horizontal tersebut terangkum dalam fikih muamalat.
Fikih muamalat merupakan peraturan yang menyangkut hubungan objek
kebendaan (al-Madiyah) atau subjek sosial (al-Adabiyah). Peraturan
tersebut bersifat umum, artinya, ia dapat diterapkan disetiap tempat dan
berlaku secara luas hingga akhir zaman. Jadi, prinsip dan ketentuan muamalat yang
diajarkan Rasulullah kepada para sahabat sekitar 15 abad yang silam tetap
berlaku pada saat ini, meskipun dalam situasi dan kondisi masyarakat yang berbeda.
Fikih dan umat Islam
adalah satu kesatuan yang padu, dan harus selalu dipadukan, dimana terdapat
umat Islam, disanalah fiqih berada, sehingga fiqih bisa dikatakan tak ubahnya
denyut nadi bagi setiap muslim, maka fiqih mesti hidup bersama kehidupan umat Islam,
dan manakala fiqih tiada tentu masyarakat muslim juga tiada.[1]
Jelas ini menunjukkan
betapa pentingnya
peran dan fungsi fiqih bagi umat Islam. Bagi mereka fiqih
adalah tatanan keduniaan dan keagamaan yang final, enternal dan universal.
Sehingga membumikan fiqih merupakan hajat setiap umat dan masyarakat muslim.
Seluruh prinsip muamalat
menunjukkan keutamaan ajaran Islam yang tidak sekedar mementingkan kehidupan
pribadi, tetapi juga kehidupan sosial. dengan demikian penerapan prinsip muamalat
secara benar akan menghasilkan kerjasama yang saling menguntungkan, baik bagi
kehidupan pribadi maupun sosial. Segala aktifitas yang mengarah pada pemenuhan
kepentingan pribadi semata dengan mengorbankan pihak lain pun akan dapat
dicegah. Bagaimanapun, aktivitas tersebut sejatinya akan membuahkan kerusakan
dan kemudharotan, tentunya hal tersebut sangat bertentangan dengan tujuan syariat
Islam.[2]
Syariat sendiri juga
mengharuskan adanya keadilan dalam segala hal. Allah mengutus rasul dan
menurunkan al-Kitab serta al-Mizan adalah agar Rasul memutuskan perkara di
antara manusia dengan bijaksana. Dan dalil tentang larangan berbuat zhalim sangat
banyak sekali. sebagaimana firman Allah SWT.
وَإِلَى مَدْيَنَ
أَخَاهُمْ شُعَيْبًا قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ
غَيْرُهُ قَدْ جَاءَتْكُمْ بَيِّنَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ فَأَوْفُوا الْكَيْلَ
وَالْمِيزَانَ وَلا تَبْخَسُوا النَّاسَ أَشْيَاءَهُمْ وَلا تُفْسِدُوا فِي
الأرْضِ بَعْدَ إِصْلاحِهَا ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ.
Artinya:
“dan (kami telah mengutus) kepada penduduk Mad-yan[3]
saudara mereka, Syu'aib. ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah,
sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang
kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Maka sempurnakanlah takaran dan
timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan
timbangannya, dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan
memperbaikinya. yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu
orang-orang yang beriman".[4]
Muamalat disini sangat berperan penting
dalam parjalanan ekonomi umat. Lebih jelasnya muamalat akan mengarahkan
terhadap ekonomi umat dimana yang sah dan dimana yang tidak sah (haram) nya transaksi mereka, atau
demi teratur dan terjamin (kehalalan) nya dalam segala perjalanan kehidupannya.
Manusia sebagai mahluk sosial dan juga
sebagai subjek hukum tidak mungkin hidup sendiri-sendiri di alam ini, pasti
membutuhkan pada orang lain, suatu hal yang paling mendasar dalam memenuhi
kebutuhan seorang manusia adalah dengan adanya interaksi sosial dengan orang
lain. Bentuk-bentuk hubungan muamalat yang sering terjadi di masyarakat adalah
seperti: Jual beli (bâi’), perdagangan (tijâroh), pinjam meminjam
(‘âriyah), titip menitip (wadi’ah), utang-piutang (qardh)
dan lain sebagainya.
Dalam
aktifitas muamalat, kita diberi kebebasan untuk berkreasi selama tidak
menyimpang dari prinsip-prinsip muamalat, hal ini sesuai dengan kaidah:
اَلأَصْلُ فِي اْلمُعَامَلاَتِ اَلأِبَاحَةُ إِلاَّ اَنْ يَدْخُلَ
دَلِيْلٌ عَلَى تَحْرِيْمِهَا
Artinya: “Pada dasarnya
muamalat itu diperbolehkan kecuali ada dalil yang mengharamkannya”.[5]
Membantu dan
memberikan pertolongan kepada orang lain yang membutuhkan, sangat dianjurkan
oleh agama. Misalnya dengan menerima barang barang titipan, amanah, memberi pinjaman uang
atau barang, memberikan piutang kepada orang yang membutuhkan. Itu semua mempunyai
nilai kebaikan yang berpahala di sisi Allah SWT. Sebagimana firman Allah SWT
dalam al-Quran:
ياأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تُحِلُّوا
شَعَائِرَ اللَّهِ وَلا الشَّهْرَ الْحَرَامَ وَلا الْهَدْيَ وَلا الْقَلائِدَ
وَلا آمِّينَ الْبَيْتَ الْحَرَامَ يَبْتَغُونَ فَضْلا مِنْ رَبِّهِمْ
وَرِضْوَانًا وَإِذَا حَلَلْتُمْ فَاصْطَادُوا وَلا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ
قَوْمٍ أَنْ صَدُّوكُمْ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَنْ تَعْتَدُوا
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الإثْمِ
وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ.
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah[6],
dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram[7],
jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya [8],
dan binatang-binatang qalaa-id [9],
dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang
mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya [10]
dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan
janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka
menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada
mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,
dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah
kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya. “[11]
Dan juga disebutkan dalam hadits Nabi SAW:
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى التَّمِيمِيُّ، وَأَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي
شَيْبَةَ، وَمُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ الْهَمْدَانِيُّ - وَاللَّفْظُ لِيَحْيَى،
قَالَ يَحْيَى: أَخْبَرَنَا وقَالَ الْآخَرَانِ: حَدَّثَنَا - أَبُو مُعَاوِيَةَ،
عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عن أبي هريرة رضي الله عنه.قال:قال رسول لله صلى الله عليه
وسلم: مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ الله
عنه كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَا مَةِ. وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَالله
عليه في الدنيا والاخرة. وَمَنْ سَتَرَ مُؤْمِناً سَتَرَهُ الله في الدنيا والاخرة
واللهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كان العَبدُ في عَوْنِ اَخِيْهِ .
Artinya: “Yahya
bin Yahya al-Tamimi, abu Bakar bin abi Syaibah dan Muhammad bin ‘Ala’i al-Hamdaniy
bercerita kepada kami (berkata), mengabarkan kepada kami (berkata), dan yang
lain juga berkata, abu Muawiyah bercerita kepada kami dari A’amasy dari abi Shalih
dari
Abu Hurairah berkata,
Rasulullah SAW telah bersabda: Barang siapa melepaskan dari seorang mu’min satu
kesusahan dari kesusahan-kesusahan dunia, niscaya Allah melepaskan dia dari
kesusahan-kesusahan hari kiamat. Barang siapa memberi kelonggaran kepada
seorang yang kesusahan, niscaya Allah akan memberi kelonggaran baginya di dunia
dan akhirat, dan barang siapa menutupi (aib) seorang Mu’min, niscaya Allah
menutupi (aib)nya di dunia dan di akhirat. Dan Allah menolong hamba-Nya, selama
hamba-Nya mau menolong saudaranya ”[12].
Dan juga disebutkan dalam
dalam al-Qur’an:
لَيْسَ عَلَى الضُّعَفَاءِ وَلا عَلَى
الْمَرْضَى وَلا عَلَى الَّذِينَ لا يَجِدُونَ مَا يُنْفِقُونَ حَرَجٌ إِذَا
نَصَحُوا لِلَّهِ وَرَسُولِهِ مَا عَلَى الْمُحْسِنِينَ مِنْ سَبِيلٍ وَاللَّهُ
غَفُورٌ رَحِيمٌ.
Artinya: “Tidak ada jalan sedikitpun untuk menyalahkan
orang-orang yang berbuat baik. dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” [13]
Menitipkan
dan menerima titipan (wadi’ah) adalah bagian aktifitas muamalat yang
sering terjadi dalam hidup bermasarakat. Menerima titipan adalah sebuah
tindakan yang mulia dan dianjurkan oleh agama islam, jika penerima manpu untuk
menjaganya dan bertanggung jawab.
Praktek titipan
tersebut kerapkali terjadi di Pondok Pesantren Annuqayah, karena Pondok
Pesantren adalah merupakan gambaran umum dari kehidupan masyarakat, sehingga
antar sesama santri atau santri dengan masyarakat saling membutuhkan bantuan
atau pertolongan. Di antara bentuk
pertolongan yang sering terjadi pada sebagian pengurus atau santri senior adalah
sering menerima titipan atau amanah disetiap tahun ajaran baru dari wali santri
untuk mendidik dan mengasuh anaknya yang masih kecil dan masih belum dianggap dewasa
untuk memberikan arahan dan motivasi layaknya sebagai wakil dari orang tuanya,
sehingga uang belanja dan kebutuhan lainnya dititipkan atau dipasrahkan penuh
kepadanya.
Berdasarkan
tradisi yang terjadi pada sebagian pengurus atau santri senior yang menerima
uang titipan tersebut sering digunakan dan dimanfaatkan dengan berdalih
meminjam namun tanpa sepengetahuan si anak dan orang tuanya, bahkan ia tidak hanya menggunakan
untuk kepentingan dirinya melainkan ia meminjamkam kepada temannya yang sangat membutuhkan juga.
Padahal uang tersebut bukan miliknya sendiri melainkan uang titipan untuk si anak tersbut yang harus
dijaga sebagaimana mestinya agar si anak dapat memanfaatkan uang itu sesuai
dengan kebutuhan, lebih-lebih kebutuhan yang bersifat primer seperti untuk
membeli buku, kitab, seragam sekolah, uang SPP dan lain-lain serta terhindar
dari penyalahgunaan seperti berfoya-foya, boros, dan lain-lain.
Hampir setiap santri senior (pengurus) yang mendapatkan amanah
dari wali santri untuk mengurus keuangan anaknya tidak segan-segan memakai dan
menggunakan uang titipan itu untuk suatu keperluan dengan berdalih akan
meminjam, padahal ketika dilihat dari segi definisi dan syarat atau rukun
pinjam meminjam hal itu sangat tidak sesuai sebagaimana yang diterangkan dalam
kitab-kitab ulama’ salaf, seperti halnya kitab al-Bajuri “ bahwa peminjam tidak
punya hak untuk meminjamkan melainkan ia hanya memiliki hak untuk memanfaatkannya,
dan di dalam akad pinjam meminjamnya harus ada ijab dan qobul. dan bilamana dipandang
dari segi titipan (wadi’ah) penerima titipan tidak diperbolehkan untuk
memanfaatkan dan meminjamkannya melainkan ia hanya memiliki kewajiban untuk
memelihara dan menjaga sebagaimana mestinya agar barang tersebut tidak rusak
atau hilang, karena status benda wadi’ah itu adalah amanah.
الوديعة:
اسم لعين يضعها مالكها او نائبها عن اخر ليحفظها[14]
Artinya:” Wadi’ah adalah sebuah
benda yang diserahkan oleh pemiliknya atau penggantinya kepada orang yang lain
untuk di jaga atau dipelahara.”
Atau
dalam kitab yang lain:
Atinya:
“ Wadi’ah menurut pandangan syara’ adalah sebuah akad yang menuntut
terjadinya pemeliharaan. Wadi’ah adalah amanah di tangan penerima titipan (muda’)”.
Oleh karena itu, melihat fenomena-fenomena yang terjadi pada santri, kami sebagai insan akademisi jurusan muamalah
merasa terpanggil untuk meneliti hal tersebut, maka muncullah dari benak kami
sebuah tema penelitian MEMANFAATKAN UANG TITIPAN DALAM PERSEPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI KASUS DI
PONDOK PESANTREN ANNUQAYAH DAERAH LATEE). Dalam pembahasan ini kami akan membahas dan
mengkaji pendapat ‘ulama’ tentang status hukum memanfaatkan uang titipan menurut hukum fiqih atau hukum islam.
B.
Rumusan Masalah
Agar tidak terjadi
kerancuan dalam penelitian ini, maka kami sebagai penulis akan membatasi
pembahasan yang akan dibahas dalam penelitian ini. Adapun pembahasan yang akan
kami bahas, kami bentuk dalam beberapa pertanyaan sebagai berikut:
1.
Bagaimana praktek pemanfaatan uang titipan di Pondok
Pesantren Annuqayah daerah Latee?
2.
Bagaimana hukum memanfaatkan uang titipan?
C.
Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai
dalam penelitian skripsi ini adalah sebagai berikut:
1.
Mendiskripsikan secara objektif mengenai praktek pemanfaatan uang titipan di Pondok Pesantren Annuqayah
daerah Latee.
2.
Menjelaskan ketentuan hukum Islam terhadap pemanfaatan uang titipan.
D.
Kegunaan Penelitian
Hasil dari penulisan skripsi ini diharapkan dapat berguna
untuk:
1.
Memberikan kontribusi pemikiran bagi dialektika
pembangunan hukum Islam, khususnya dalam masalah wadi’ah dan
status memanfaatkan uang titipan. Serta mengetahui pendapat
dari beberapa ulama’.
2.
Dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan masyarakat
pada umumnya, sehingga dapat dijadikan pegangan untuk selalu behati-hati dalam
bermuamalat.
3.
Secara formal, penelitian ini disusun untuk memenuhi
syarat kelulusan program strata 1 (S-1) pada Jurusan Muamalat Fakultas Syariah Institut
Ilmu Keislaman Annuqayah (INSTIKA).
E.
Telaah Pustaka
Sebatas pengetahuan
penulis, bahwa orang-orang yang menulis baik yang berbentuk skripsi, makalah, opini, karya
ilmiyah tentang memanfaatkan uang titpan (wadi’ah) tidak ada melainkan hanya beberapa tulisan saja seperti
yang penulis temukan dalam makalah yang berjudul TINJAUAN YURIDIS
PELAKSANAAN AKAD WADIAH PADA PERBANKAN SYARIAH MENURUT HUKUM ISLAM DAN
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN dalam makalah tersebut
dijelaskan bahwa “ Konsep wadiah yang dipraktekkan dalam perbankan
syariah bertentangan dengan transaksi wadiah yang dikenal dalam syariat.
Di antaranya dapat dilihat dari penggunaan uang oleh pihak
yang disimpan pada tabungan tersebut untuk kemaslahatannya. Dari hal tersebut
dapat dilihat dengan jelas bahwa prinsip dasar wadiah tidak dapat
diterapkan terhadap produk Giro[16],
Tabungan serta bentuk lain yang dipersamakan dengan menggunakan akad wadiah
dalam perbankan.
Jika dilihat dari
tuntunan wadiah dalam syariat Islam, maka konsep wadiah
yang diterapkan dalam perbankan syariah telah keluar dari perwakilan atau istinaabah
dalam menjaga harta. Akad wadiah dalam perbankan syariah memberikan
kesempatan kepada bank selaku pihak yang dititipi untuk menggunakan dan
memanfaatkan titipan, maka akad wadiah berubah menjadi ‘ariyah
(pinjam meminjam) dan bila yang dititipkan tersebut adalah uang yang akan habis
bila digunakan, maka ‘ariyah berubah menjadi qardh (hutang-piutang).
Oleh karena itu banyak ulama menetapkan uang yang ada dalam tabungan wadiah
pada perbankan adalah hutang ” [17]
Dijelaskan juga dalam
makalah yang berjudul WADI’AH YAD AMANAH DAN YAD DHAMANAH (TELAAH KONSEP
PENGHIMPUNAN DANA PADA PRODUK SISTEM WA’DIAH) dijelaskan bahwa “ Para ulama
sepakat bahwa status wadi’ah bersifat amanah, bukan dhamanah, sehingga kerusakan
penitipan tidak menjadi tanggung jawab mustawda’ (pihak yang dititipi).
Amanat berubah menjadi dhamanah kalau kerusakan itu terjadi karena kesengajaan.
Orang yang menerima
barang titipan tidak berkewajiban menjamin kecuali bila ia tidak melakukan
kerja dengan sebagaimana mestinya. Rasulullah Saw bersabda, “ Siapa saja yang dititipi,
ia tidak berkewajiban menjamin. (HR. Daruquthni)”[18].
Dalam makalah yang
berjudul TINJAUAN FIQIH BARANG TITIPAN (AL WADI’AH) dijelaskan bahwa”
Penerima titipan hanya berfungsi sebagai penerima amanah yang bertugas dan
berkewajiban untuk menjaga barang yang dititipkan tanpa boleh memanfaatkannya”[19].
Jadi, penelitian mengenai
memanfaatkan uang titipan dalam persepektif hukum islam masih belum pernah
dibahas, maka, penulis berniat untuk mengankatnya sebagai salah satu
persyaratan tugas akhir dalam bentuk skripsi, dimana objek penelitiannya adalah
Pondok Pesantren Annuqayah daerah Latee.
F.
Kerangka teoritik
Dalam pembahasan skripsi
ini menggunakan kerangka teori atau landasan teori yang diambil dari al-Qur’an dan al-Hadits seperti surat an-Nisa’ ayat 58 yang berbunyi:
إِنَّ اللَّهَ
يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الأمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ
بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ
بِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا.
Artinya:
“ Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia
supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha
melihat”.[20]
Dan surat at-Taubah ayat 91 yang berbunyi :
لَيْسَ عَلَى
الضُّعَفَاءِ وَلا عَلَى الْمَرْضَى وَلا عَلَى الَّذِينَ لا يَجِدُونَ مَا
يُنْفِقُونَ حَرَجٌ إِذَا نَصَحُوا لِلَّهِ وَرَسُولِهِ مَا عَلَى الْمُحْسِنِينَ
مِنْ سَبِيلٍ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ.
Artinya: “Tiada dosa (lantaran
tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah, orang-orang yang sakit dan
atas orang-orang yang tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan, apabila
mereka Berlaku ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya. tidak ada jalan sedikitpun
untuk menyalahkan orang-orang yang berbuat baik.dan Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang”,[21]
Dan hadits Nabi yang berbunyi:
حَدَّثَنَا يَحْيَى
بْنُ يَحْيَى التَّمِيمِيُّ، وَأَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، وَمُحَمَّدُ
بْنُ الْعَلَاءِ الْهَمْدَانِيُّ - وَاللَّفْظُ لِيَحْيَى، قَالَ يَحْيَى:
أَخْبَرَنَا وقَالَ الْآخَرَانِ: حَدَّثَنَا - أَبُو مُعَاوِيَةَ، عَنِ
الْأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً مِنْ
كُرَبِ الدُّنْيَا، نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ
الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ، يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِي
الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، وَمَنْ سَتَرَ عَلَى مُسْلِمٍ سَتَرَ اللَّهُ عَلَيْهِ
فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ
فِي عَوْنِ أَخِيهِ» قَالَ أَبُو دَاوُدَ: لَمْ يَذْكُرْ عُثْمَانُ عَنْ أَبِي
مُعَاوِيَةَ «وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ»
Artinya: “Yahya
bin Yahya al-Tamimi, abu Bakar bin abi Syaibah dan Muhammad bin ‘Ala’i
al-Hamdaniy bercerita kepada kami (berkata), mengabarkan kepada kami (berkata),
dan yang lain juga berkata, abu Muawiyah bercerita kepada kami dari A’amasy
dari abi Shalih dari Abu Hurairah berkata,
Rasulullah SAW telah bersabda: Barang siapa melepaskan dari seorang mu’min satu
kesusahan dari kesusahan-kesusahan dunia, niscaya Allah melepaskan dia dari
kesusahan-kesusahan hari kiamat. Barang siapa memberi kelonggaran kepada
seorang yang kesusahan, niscaya Allah akan memberi kelonggaran baginya di dunia
dan akhirat, dan barang siapa menutupi (aib) seorang Mu’min, niscaya Allah
menutupi (aib)nya di dunia dan di akhirat. Dan Allah menolong hamba-Nya, selama
hamba-Nya mau menolong saudaranya ” .[22]
Dalam hadits Nabi yang lain juga
dijelaskan:
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ، وَأَحْمَدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ قَالَا: حَدَّثَنَا
طَلْقُ بْنُ غَنَّامٍ، عَنْ شَرِيكٍ
قَالَ: ابْنُ الْعَلَاءِ، وَقَيْسٌ - عَنْ أَبِي حُصَيْنٍ، عَنْ أَبِي
صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَدِّ الأَمَانَةَ إِلَى مَنْ ائْتَمَنَكَ، وَلَا تَخُنْ مَنْ
خَانَكَ.
Artinya: “Muhammad bi ‘Ala’i dan Ahmad bin
Ibrohim keduanya berkata, Thallqu bin Ghannam dari Syarik bercerita (berkata)
Ibnu ‘Alla’ dan Qois dari abi Hushaini dari abi Shalih dari abi
Hurairoh berkata, Rosulullah
bersabda: Serahkanlah olehmu Amanah
kepada orang yang dapat dipercaya, dan janganlah menghianati orang yang
mempercayaimu”.[23]
Dalam kitab
fiqih juga dijelaskan:
الوديعة
اسم لعين يضعها مالكها أو نائبه عند آخر ليحفظها.
Artinya:” Wadi’ah adalah sebuah benda yang diserahkan oleh
pemiliknya atau penggantinya kepada orang yang lain untuk di jaga atau
dipelahara.”[24]
G. Metode Penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian ini di butuhkan tahapan-tahapan yang bersifat
integral dengan tidak mengesampingkan pertimbagan dari berbagai aspek. Sehingga
pada akhirnya identifikasi persoalan dan berbagai faktor yang ada akan
menempati proporsi yang ada.
Dalam
penelitian ini, penulis akan
menggunakan penelitian pendekatan kualitatif, yaitu pendekatan yang menempatkan
pandangan peneliti terhadap sesuatu yang diteliti secara subjektif, dalam arti peneliti sangat menghargai dan
memperhatikan pandangan subjektif setiap subjek yang detelitinya.
- Data
Dalam penulisan skripsi
ini, untuk menjawab tentang hukum mengenai memanfaatkan uang titipan yang terjadi di Pondok Pesantren
Annuqayah daerah Latee. maka membutuhkan data
tentang sistem titipan dan pinjam
meminjam yang terjadi di Pondok Pesantren Annuqayah daerah Latee. dan beberapa buku dan kitab yang berhubungan dengan
masalah tersebut.
- Sumber Data
a.
Sumber
Primer
Sumber primer dalam penelitian ini adalah beberapa
ayat al-Qur'an dan al-Hadist, serta
beberapa kitab Fiqih, dan data-data dari hasil wawancara, dengan pelaku dan pihak-pihak
yang terkait yang ada di lokasi penelitian.
b.
Sumber Sekunder
Sumber Sekunder yang
berupa buku-buku ilmiah, majalah, data- data yang diperoleh dari internet, dan hasil bahtsul masail, dan pendapat para ulama.
- Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini adalah penelitian
lapangan (field research). Oleh karena itu tehnik pengumpulan di
fokuskan pada penelitian masalah yang terjadi di lapangan dengan menggunakan
tehnik pengumpulan data sebagai berikut :
a.
Observasi
Adalah pengamatan
di lapangan dalam rangka pengumpulan data yang berkaitan dengan masalah yang
akan diteliti. Oleh karena itu, tehnik observasi akan digunakan sebagai tehnik
utama dalam pengambilan data. Yaitu penulis
tidak terlibat langsung dalam praktek memanfaatkan uang titipan yang terjadi di Pondok
Pesantren Annuqayah daerah Latee. Dalam hal ini adalah observasi non partisipan dalam arti
"pengamatan yang tidak dilakukan dengan membaur lansung terhadap aktifitas
Subyek peneliti".[25]
Dengan kata lain, observasi yang dilakukan adalah observasi murni, sehingga
Identitas peneliti diketahui oleh subyek.
b.
Interview
Interview (wawancara) adalah
proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab
sambil bertatap muka (face to face) antara salah satu dari dua mempelai atau
pewawancara dengan si penjawab responden dengan menggunakan alat yang dinamakan
interview guide (panduan wawancara).[26]
Dalam hal ini penulis melakukan wawancara dengan pihak-pihak terkait untuk
memperoleh data dari informan mengenai masalah yang penulis teliti. Sehingga
data yang diperoleh dari observasi (pengamatan) menjadi jelas. Antar lain
melakukan wawancara dengan pihak mempelai dan
sekaligus dari sebagian pihak mempelai.
- Tehnik Anilisis Data
Setelah
data berhasil dihimpun untuk menghasilkan kebenaran dalam suatu masalah, maka
dibutuhkan cara berfikir sistematis dan logis. Secara operasionalnya penulis
menggunakan metode berikut :
a. Induktif, yaitu metode penelitian yang diambil dari
data-data yang bersifat khusus di lapangan, kemudian ditarik kesimpulan yang
bersifat umum.
b. Deskriptif Analitis,
Yaitu “ dengan menjelaskan suatu fakta untuk memberikan data-data yang seteliti
mungkin mengenai gejala atau fakta-fakta tersebut”.[27]
Sedangkan Analitis adalah sebuah usaha untuk menemukan dan menata secara
sistematis data-data penelitian untuk kemudian dilakukan penelaahan guna
mencari makna. Hal ini tentang memanfaatkan
uang
titipan yang terjadi di Pondok Pesantren
Annuqayah daerah Latee sesuai dengan fakta yang ada dilapangan,
setelah itu baru kemudian dianalisa yang merujuk pada bahan acuan dan data yang
ada untuk kemudian dijabarkan.
H. Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah kajian
ini, termasuk juga dalam penyusunan pengumpulan data agar pembahasan ini lebih
terarah menurut urutan yang sesuai, maka di sini penulis memakai sistematika pembahasan
di bawah ini :
Bab
Pertama: terdiri
dari delapan sub bab, diawali dengan pendahuluan
yang mengemukakan latar belakang masalah yang diteliti. Kedua, rumusan masalah, merupakan penegasan apa yang
terkandung dalam latar belakang masalah. Ketiga, tujuan penelitian. Sedangkan tujuan
adalah keinginan yang akan dicapai dalam penelitian ini. Kempat, kegunaan
penelitian, sedangkan kegunaan penelitian merupakan manfaat dari hasil
penelitian. Kelima,
telaah pustaka yang berisi tentang buku-buku, majalah atau kitab-kitab berkaitan sebagai bahan
bacaan dan gambaran terhadap judul
skripsi. Keenam,
kerangka tieritik adalah menjelaskan
landasan teori yang digunakan dalam penulisan skripsi ini. ketujuh, metode penelitian, yang berisi tentang
cara-cara yang digunakan dalam penelitian. kedelapan,
sistematika pembahasan, berisi tentang struktur dan turunan yang akan dibahas
dalam skripsi.
Bab
kedua : berisi dua sub bab, sub bab yang
pertama berisi tentang titipan (wadi’ah) yang
meliputi pengertian titipan, landasan syari’ah,
rukun dan
syarat-syarat titipan,
jenis-jenis titipan (wadi’ah) dan
hikmah-hikmah titipan (wadi’ah). Sub bab yang kedua berisi tentang pinjam-meminjam (‘ariyah) yang meliputi pengertian pinjam meminjam
(‘Ariyah), landasan syari’ah, rukun dan syarat, hukum ketetapan akad
’ariyah dan hikmah ’ariyah.
Bab
ketiga : berisi tentang praktek memanfaatkan uang titipan di Pondok Pesantren
Annuqayah daerah Latee Guluk-Guluk Sumenep yang meliputi empat sub bab yaitu: diskripsi
lokasi penelitian, praktek penitipan uang titipan, praktek pemanfaatan uang
titipan serta maslahah dan mafsadah pemnafaatan uang titipan.
Bab keempat: adalah analisis pemanfaatan uang titipan di Pondok Pesantren Annuayah daerah Latee yang
meliputi dua sub bab. Sub bab pertama, Analisis praktek memanfaatkan uang titipan
dari segi akad. Sub bab yang
kedua,
analisis pemanfaatan uang
titipan dari segi maslahah dan
mafsadahnya.
Bab
kelima : adalah penutup yang berisikan kesimpulan dari
hasil analisis penelitian dan saran-saran yang sekiranya dapat digunakan
sebagai masukan, sehingga praktek memanfaatkan uang titipan dalam persepektif hukum islam
di Pondok Pesantren Annuqayah daerah Latee.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar