Siapakan
yang rela kekasihnya bersama orang lain?
Siapa
yang tidak sakit hati bila kekasihnya dibicarakan orang lain?
Dalam sebuah hadist
dijelaskan bahwa Saad bin Ubadah Radhiyallahu ‘anhu berkata:
قَالَ
سَعْدُ بْنُ عُبَادَةَ : لَوْ رَأَيْتُ رَجُلاً مَعَ امْرَأَتِيْ لَضَرَبْتُهُ بِالسَّيْفِ
غَيْرَ مُصَفِّحٍ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَتَعْجَبُوْنَ
مِنْ غِيْرَةِ سَعْدٍ لأَنَا أَغْيَرُ مِنْهُ وَاللهُ أَغْيَرُ مِنِّيْ
“Sekiranya aku
melihat seorang laki-laki bersama dengan isteriku, niscaya akan kutebas ia
dengan pedang,” ucapan itu akhirnya sampai kepada Rasulullah. Lalu beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Apakah kalian merasa heran terhadap
kecemburuan Saad? Demi Allah, aku lebih cemburu dari padanya, dan Allah lebih
cemburu dari padaku.”[1]
Apa
cemburu itu?
Cemburu itu banyak artinya, secara bahasa cemburu itu
memiliki arti curiga, tidak senang atu iri hati. Cemburu dalam bahasa arab
dikenal dengan ghirah. Ada dua jenis cemburu (ghirah). Pertama, ghirah
yang dengannya seseorang dapat memperbaiki keadaan keluarganya. Kedua, ghirah
yang dapat meyebabkannya masuk neraka. Ditinjau dari nilainya di sisi Allah
Subhanahu wa Ta’ala, cemburu juga ada dua macam. Nabi Shallallahu ‘alaihi was
allam bersabda:
انَّ
رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم قَالَ: إِنَّ مِنَ الْغِيْرَةَ مَا
يُحِبُّ اللهُ وَمِنْهَا مَا يَبْغُضُ اللهُ فَالْغِيْرَةُ الَّتِيْ يُحِبُّ اللهُ
الْغِيْرَةُ فِيْ الرَّيْبَةِ وَالْغِيْرَةُ الَّتِيْ يَبْغُضُ اللهُ الْغِيْرَةُ فِيْ
غَيْرِ الرَّيْبَةِ
Ada jenis cemburu
yang dicintai Allah Subhanahu wa Ta’ala, ada pula yang dibenci-Nya. Yang
disukai, yaitu cemburu tatkala ada sangkaan atau tuduhan. Sedangkan yang
dibenci, yaitu adalah yang tidak dilandasi keraguan. [2]
Ditinjau dari sisi yang lain, cemburu juga ada dua macam.
Pertama, ghirah lil mahbub (cemburu membela orang yang dicintai). Kedua,
ghirah ‘alal-mahbub (cemburu membela agar jangan sampai ada orang lain
yang juga mencintai orang yang dicintainya).
Ghirah lil mahbub adalah pembelaan seseorang terhadap
orang yang dicintai, disertai dengan emosi demi membelanya, ketika hak dan
kehormtan orang yang dicintai diabaikan atau dihinakan. Dengan adanya
penghinaan tersebut, ia marah demi yang dicintainya, kemudian membelanya dan
berusaha melawan orang yang menghina tadi. Inilah cemburu sang pecinta sejati.
Dan ini pula ghirah para rasul dan pengikutnya terhadap orang-orang yang
menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta’ala, serta melanggar syariat Allah Subhanahu
wa Ta’ala. Jenis ghirah inilah yang semestinya dimiliki seorang muslim, untuk
membela Allah Subhanahu wa Ta’ala, Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
agama-Nya. Adapun ghirah ‘alal-mahbub adalah kecemburuan terhadap
orang lain yang ikut mencintai orang yang dicintainya. Jenis ghirah inilah yang
hendak kita kupas pada pembahasan ini.
Beberapa
Contoh Kecemburuan Sebagian Isteri Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam
Disebutkan dalam
sebuah riwayat, Anas Radhiyallahu ‘anhu berkata:
كَانَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ بَعْضِ نِسَائِهِ فَأَرْسَلْتْ
إِحْدَى أُمَّهَاتِ الْمُؤْمِنِيْنَ بِصَحْفَةٍ فِيْهَا طَعُامٌ فَضَرَبَتِ الَّتِيْ
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْ بَيْتِهَا يَدَّ الْخَادِمِ فَسَقَطَتِ
الصَّحْفَةُ فاَنْفَلَقَتْ فَجَمَعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلْقَ
الصَّحْفَةِ ثُمَّ جَعَلَ يَجْمَعُ فِيْهَا الطَّعَامَ الَّذِيْ كَانَ فِيْ الصَّحْفَةِ
وَيَقُوْلُ: غَارَتْ أُمُّكُمْ ثُمَّ حُبِسَ الْخَادِمُ حَتَّى أَتَى بِصَحْفَةٍ مِنْ
عِنْدِ الَّتِيْ هُوَ فِيْ بَيْتِهَا فَدَفَعَ الصَّحْفَةَ الصَّحِيْحَةَ إِلَى الَّتِيْ
كَسَّرَتْ صَحْفَتَهَا وَأَمْسَكَ الْمَكْسُوْرَةَ فِيْ بَيْتِ الَّتِيْ كَسَّرَتْ
Suatu ketika Nabi
di rumah salah seorang isteri beliau. Tiba-tiba isteri yang lain mengirim
mangkuk berisi makanan. Melihat itu, isteri yang rumahnya kedatangan Rasul
memukul tangan pelayan pembawa makanan tersebut, maka jatuhlah mangkuk tersebut
dan pecah. Kemudian Rasul mengumpulkan kepingan-kepingan pecahan tersebut serta
makanannya, sambil berkata: “Ibu kalain sedang cemburu,” lalu Nabi menahan
pelayan tersebut, kemudian beliau memberikan padanya mangkuk milik isteri yang
sedang bersama beliau untuk diberikan kepada pemiliki mangkuk yang pecah.
Mangkuk yang pecah beliau simpan di rumah isteri yang sedang bersama beliau.[3]
Ibnu Hajar menjelaskan bahwa isteri Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam yang memecahkan mangkuk adalah ‘Aisyah Ummul Mu’minin, sedangkan yang
mengirim makanan adalah Zainab binti Jahsy.[4]
Dalam hadist yang lain
diriwayatkan:
عَنْ
عَائِشَةَ أَنَّهَا قَالَتْ: مَا غِرْتُ عَلَى امْرَأَةٍ لِرَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَمَا غِرْتُ عَلَى خَدِيْجَةَ لِكَثْرَةِ ذِكْرِ رَسُوْلِ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِيَّاهَا وَثَنَائِهِ عَلَيْهَسا
Dari ‘Aisyah:
“Aku tidak cemburu kepada seorang wanita terhadap Rasulullah sebesar cemburuku
kepada Khadijah, sebab beliau selalu menyebut namanya dan memujinya.[5].
Dalam sebuah riwayat disebutkan, ‘Aisyah berkata: “Tatkala
pada suatu malam yang Nabi berada di sampingku, beliau mengira aku sudah tidur,
maka beliau keluar. Lalu aku (pun) pergi mengikutinya. (Aku menduga beliau
pergi ke salah satu isterinya dan aku mengikutinya sehingga beliau sampai di
Baqi’). Beliau belok, aku pun belok. Beliau berjalan cepat, aku pun berjalan
cepat, akhirnya aku mendahuluinya. Lalu beliau bersabda: “Kenapa kamu, hai
‘Aisyah, dadamu berdetak kencang?”Lalu aku mengabarkan kepada beliau kejadian
yang sesungguhnya, beliau bersabda: “Apakah kamu mengira bahwa Allah dan Rasul-Nya
akan menzhalimimu?”[6]
Nasihat
Bagi Wanita Dalam Mengendalikan Perasaan Cemburu
Sebagaimana fenomena yang kita lihat dalam kehidupan rumah
tangga pada umumnya, tampaklah bahwa sifat cemburu itu sudah menjadi tabiat
setiap wanita, siapun orangnya dan bagaimanapun kedudukannya. Akan tetapi,
hendaklah perasaan cemburu ini dapat dikendalikan sedemikian rupa, sehingga
tidak menimbulkan masalah yang bisa menghancurkan kehidupan rumah tangga.
Berikut beberapa nasihat yang perlu diperhatikan oleh para
isteri untuk menjaga keharmonisan kehidupan rumah tangga, sehingga tidak
ternodai oleh pengaruh perasaan cemburu yang berlebihan.
- Seorang isteri hendaklah bertakwa kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala dan bersikap pertengahan dalam hal cemburu terhadap suami. Sikap
pertengahan dalam setiap perkara merupakan bagian dari kesempurnaan agama
dan akal seseorang. Dikatakan oleh Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam
kepada ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha : “Hai ‘Aisyah, bersikaplah
lemah-lembut, sebab jika Allah menginginkan kebaikan pada sebuah keluarga,
maka Dia menurunkan sifat kasih-Nya di tengah-tengah keluarga tersebut”.[7]
Dan sepatutnya seorang isteri meringankan rasa cemburu kepada suami, sebab
bila rasa cemburu tersebut melampaui batas, bisa berubah menjadi tuduhan
tanpa dasar, serta dapat menyulut api di hatinya yang mungkin tidak akan
pernah padam, bahkan akan menimbulkan perselisihan di antara suami isteri
dan melukai hati sang suami. Sedangkan isteri akan terus hanyut mengikuti
hawa nafsunya.
- Wanita pecemburu, lebih melihat permasalahan
dengan perasaan hatinya dari pada indera matanya. Ia lebih berbicara
dengan nafsu emosinya dari pada pertimbangan akal sehatnya. Sehingga
sesuatu masalah menjadi berbalik dari yang sebenarnya. Hendaklah hal ini
disadari oleh kaum wanita, agar mereka tidak berlebihan mengikuti
perasaan, namun juga mempergunakan akal sehat dalam melihat suatu
permasalahan.
- Dari kisah-kisah kecemburuan sebagian isteri Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut, bisa diambil pelajaran berharga,
bahwa sepatutnya seorang wanita yang sedang dilanda cemburu agar menahan
dirinya, sehingga perasaan cemburu tersebut tidak mendorongnya melakukan
pelanggaran syari’at, berbuat zhalim, ataupun mengambil sesuatu yang bukan
haknya. Maka janganlah mengikuti perasaan secara membabi buta.
- Seorang isteri yang bijaksana, ia tidak akan
menyulut api cemburu suaminya. Misalnya, dengan memuji laki-laki lain di
hadapannya atau menampakkan kekaguman terhadap penampilan laki-laki lain,
baik pakainnya, gaya bicaranya, kekuatan fisiknya dan kecerdasannya.
Bahkan sangat menyakitkan hati suami, jika seorang isteri membicarakan
tentang suami pertamanya atau sebelumnya. Rata-rata laki-laki tidak
menyukai itu semua. Karena tanpa disadarinya, pujian tersebut bermuatan
merendahkan “kejantanan”nya, serta mengurangi nilai kelaki-lakiannya,
meski tujuan penyebutan itu semua adalah baik. Bahkan, walaupun suami
bersumpah tidak terpengaruh oleh ungkapannya tersebut, tetapi seorang
isteri jangan melakukannya. Sebab seorang suami tidak akan bisa melupakan
itu semua selama hidupnya.
- Ketahuilah wahai para isteri! Bahwa yang menjadi
keinginan laki-laki di lubuk hatinya adalah jangan sampai ada orang lain
dalam hati dan jiwamu. Tanamkan dalam dirimu bahwa tidak ada lelaki yang
terbaik, termulia, dan lainnya selain dia.
- Wahai, para isteri! Jadikanlah perasaan cemburu
kepada suami sebagai sarana untuk lebih mendekatkan diri kepadanya. Jangan
menjadikan ia menoleh kepada wanita lain yang lebih cantik darimu. Berhias
dirilah, jaga penampilan di hadapannya agar engkau selalu dicintai dan
disayanginya. Cintailah sepenuh hatimu, sehingga suami tidak membutuhkan
cinta selain darimu. Bahagiakan ia dengan seluruh jiwa, perasaan dan daya
tarikmu, sehingga suami tidak mau berpisah atau menjauh darimu. Berikan
padanya kesempatan istirahat yang cukup. Perdengarkan di telinganya
sebaik-baik perkataan yang engkau miliki dan yang paling ia senangi.
- Wahai, para isteri! Janganlah engkau mencela
kecuali pada dirimu sendiri, bila saat suamimu datang wajahnya dalam
keadaan bermuram durja. Jangan menuduh –salah- kecuali pada dirimu
sendiri, bila suamimu lebih memilih melihat orang lain dan memalingkan
wajah darimu. Dan jangan pula mengeluh bila engkau mendapatkan suamimu
lebih suka di luar daripada duduk di dekatmu. Tanyakan kepada dirimu, mana
perhatianmu kepadanya? Mana kesibukanmu untuknya? Dan mana pilihan
kata-kata manis yang engkau persembahkan kepadanya, serta senyum memikat
dan penampilan menawan yang semestinya engkau berikan kepadanya? Sungguh
engkau telah berubah di hadapannya, sehingga berubah pula sikapnya
kepadamu. Lebih dari itu, engkau melemparkan tuduhan terhadapnya karena
cemburu butamu.
- Dan ingatlah wahai para isteri! Suamimu tidak
mencari perempuan selain dirimu. Dia mencintaimu, bekerja untukmu, hidup
senantiasa bersamamu, bukan dengan yang lainnya. Bertakwalah kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala, ikutilah petunjuk-Nya dan percayalah sepenuhnya
kepada suamimu setelah percaya kepada Allah yang senantiasa menjaga
hamba-hamba-Nya yang selalu menjaga perintah-perintah-Nya, lalu
tunaikanlah yang menjadi kewajibanmu. Jauhilah perasaan was-was, karena
setan selalu berusaha untuk merusak dan mengotori hatimu.
Tidak
bolehkah cemburu?
Barangkali, di antara para isteri ada yang membantah dan
berkata, adalah kebodohon apabila seorang isteri tidak memiliki rasa cemburu
pada suaminya, padahal cemburu ini merupakan ungkapan cintanya kepada suaminya,
sekaligus sebagai bumbu penyedap yang bisa menimbulkan keharmonisan, kemesraan
dan kepuasan batin dalam kehidupan rumah tangga.
Ya, benar! Akan tetapi, apakah pantas bagi seorang isteri
yang berakal sehat, jika ia tenggelam dalam rasa cemburunya, sehingga
menenggelamkan bahtera kehidupan rumah tangganya, mencabik-cabik jalinan cinta
dan kasih-sayang dalam keluarganya, bahkan ia sampai terjangkiti penyakit
depresi, buruk sangka yang dapat membawanya kepada penyakit psikis yang kronis,
perang batin yang tidak berkesudahan, dan akhirnya merusak akal sehatnya?
Memang sangat tipis, perbedaan antara yang benar dengan yang
salah, antara yang sakit dengan yang sehat, antara cemburu yang penuh dengan
kemesraan dengan cemburu yang membakar dan menyakitkan hati dikarenakan
penyakit kejiwaan yang berat. Namun, tetap ada perbedaan antara cemburu dalam
rangka membela kehormatan diri dan kelembutan karena didasari rasa cinta kepada
suami, dengan cemburu yang merusak dan membinasakan. Kalau begitu, cemburulah
wahai para isteri, dengan kecemburuan yang membahagiakan suamimu, dan
menampakkan ketulusan cintamu kepadanya! Tetapi hindarilah kecemburuan yang
merusak dan menghancurkan keluargamu. Cemburulah demi memelihara harga diri dan
kehormatan suami. Dan lebih utama lagi, cemburu untuk membela agama Allah.
Isteri yang selalu memantau kegiatan suaminya, mencari-cari
berita tentangnya, serta selalu menaruh curiga pada setiap aktivitas suaminya,
bahkan cemburu kepada teman dan sahabatnya, maka inilah isteri yang bodoh.
Dengan sifatnya tersebut, maka kehidupan rumah tangganya, rasa cinta,
kepercayaan di antara keduanya akan terputus dan hancur. Dan bagi wanita yang
rasa cemburunya tersulut karena suatu sebab, kemudian ia merasa hal itu tidak
pada tempatnya, hendaklah ia menyadari kesalahannya, lalu melakukan perbaikan
atas sikapnya tersebut. Dan yang paling penting adalah, tidak mengulangi lagi
kesalahan serupa di kemudian hari.
Kecemburuan
Laki-Laki
Di antara salah satu adab pergaulan antara suami-isteri,
yaitu seorang suami seharusnya bersikap pertengahan dalam hal kecemburuan
kepada isteri, sehingga tidak terlalu berlebih-lebihan, atau sebaliknya
menganggap remeh sikap cemburu. Hendaknya ia melakukan tindakan preventif.
Jangan beriskap lengah terhadap hal-hal yang perlu dikhawatirkan bahayanya. Tetap
menjaga isterinya, namun dalam batas-batas yang telah digariskan syari’at. Hal
seperti ini dan semisalnya, termasuk jenis cemburu yang terpuji. Adapun sikap
cemburu suami yang berlebih-lebihan serta prasangka yang tidak dilandasi bukti
dan akal sehat, dan juga selalu mengontrol dan mengawasi isteri dalam segala
perbuatannya, maka ini termasuk perbuatan yang tercela lagi diharamkan.
Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman :
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ
إِثْمٌ ۖ
وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا
“Hai orang-orang
yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian
prasangka itu adalah dosa dan janganlah kalian mencari-cari kesalahan orang
lain” [al-Hujurat/49:12]
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga melarang para suami
mencari-cari kesalahan isteri. Sebagaimana beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
tegaskan dalam hadits: “Ada jenis cemburu yang Allah membencinya. Yaitu
kecemburuan suami kepada isteri yang tidak disertai adanya indikasi kuat yang
mendukungnya”.[8]
Barangsiapa mengabaikan sifat cemburu yang bisa lebih
menguatkan hubungan cinta di antara suami isteri, maka ia hidup dengan hati
yang rusak dan melenceng dari fitrahnya. Dijelaskan oleh Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam : “Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada ad-dayyuts pada
hari kiamat, dan tidak akan memasukkannya ke dalam surga”.[9]
Dayyuts adalah, seorang suami yang tidak memiliki sifat
cemburu dan membiarkan isterinya berbuat maksiat. Dan sebaliknya, suami yang
terlalu berlebihan rasa cemburunya akan hidup sengsara dan tersiksa, bahkan
jarang seorang isteri yang mampu hidup lama dengannya, karena selalu merasa
diawasi dan merasa tertekan.
Sikap yang wajar dalam masalah ini akan membawa dampak
positif, terpeliharanya harga diri, kehormatan dan tercapainya kehidupan yang
berbahagia. Sikap pertengahan dalam menyikapi rasa cemburu, artinya ia menjauh
dari berprasangka buruk, tidak mencari-cari satu perkara secara mendetail bila
tidak perlu, menghindari sikap tergesa dalam menerima berita -yang sengaja
dihembuskan oleh orang yang mempunyai niat buruk- tanpa menyaringnya,
berhati-hati terhadap perkara yang dikhawatirkan membahayakan, dan menjaga diri
dari perilaku yang merusak. Jika hal itu dapat dipenuhi, maka itulah keutamaan
yang sebenarnya. Sebaliknya, apabila tidak, maka akan membawa malapetaka bagi
kehidupan rumah tangga.
Terkadang ada di antara para suami yang terjangkiti sifat
cemburu buta. Dia merasa cemburu (pada isterinya) dari semua orang, sehingga
isteri dilarang mengunjungi atau dikunjungi, meski kunjungan dari orang-orang
mulia dan terhormat. Suami tidak bisa menerima, jika pintu rumahnya terbuka.
Dia tidak merasa nyaman jika ada seseorang mengunjungi isterinya, tanpa
sepengetahuannya. Atau saat ia tidak berada di rumah. Jika ia berangkat kerja,
seluruh pintu ditutup, kunci-kunci dibawanya, dan setelah pulang seluruh kamar
dikelilingi dan diamati. Sampai-sampai bila orang tua atau mahram dari
isterinya datang berkunjung, maka harus menunggu di luar rumah sampai suami
yang pecemburu itu tiba. Sungguh ini bisa menjadikan si isteri dan kerabatnya
merasa tersinggung dan marah karena merasa tidak dihargai.
Kepada suami yang memiliki sifat demikian, rasanya lebih adil
dan tepat jika dikatakan kepadanya: “Yang engkau lakukan itu, bukan termasuk
cemburu yang benar menurut agama. Juga bukan kecemburuan seorang yang
benar-benar disebut laki-laki. Itu tidak lebih sekedar kekhawatiran yang
berlebihan, sehingga dengannya engkau telah membelenggu isterimu dari hak
syar’inya. Dalam keadaan demikian, isterimu seperti bukan makhluk hidup padahal
bukan pula benda mati. Engkau telah memadamkan cahaya kemuliaan dan kehormatannya.
Nama baiknya akan menjadi pembicaraan di tengah publik. Sekiranya engkau
termasuk orang muslim yang benar, yang berpegang pada akhlak dan etika Islam,
tentu engkau akan melaksanakan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya
sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kalian mencari-cari kesalahan
orang lain”. [al Hujurat/49:12].
Sebaliknya, ada seorang suami yang terpesona dengan peradaban
modern dan kemewahan duniawi. Maka diajaklah isterinya pergi ke tempat-tempat
hiburan, diberikanlah kebebasan kepada isterinya untuk berkenalan dengan orang
lain, yang baik maupun yang buruk akhlaknya. Hingga akhirnya si isteri pun
melakukan hal-hal yang dilarang agama. Ternyata kemudian, si suami merasa
cemburu. Sesampai di ke rumah, dihitunglah kesalahan-kesalahan yang telah
diperbuat isterinya, hingga terjadilah perselisihan di antara mereka. Namun
suami ini tetap lalai dan belum menyadari keteledorannya. Dia selalu saja membuka
pintu rumahnya bagi siapa pun, kawan-kawan atau koleganya. Dia tidak merasa
berdosa jika mereka datang saat ia tidak ada. Hingga akhirnya, jika telah ada
berita buruk tentang kehormatan isterinya, dia baru menyadari kelengahannya,
cemburu lagi, marah besar dan naik pitam.
Wahai, suami yang lalai! Kecemburuanmu tak lagi bermanfaat
setelah semua petaka itu terjadi. Kecemburuanmu adalah kecemburuan yang
dibenci, yang tidak membuahkan apa-apa selain kehancuran mahligai rumah
tanggamu. Maka tinggalkanlah kecemburuanmu yang palsu itu. Gantilah dengan
kecemburuan yang dibenarkan agama, yakni kecemburuan lelaki sejati, kecemburuan
yang bijak dan tidak membabi-buta. Itulah kecemburuan yang dicintai Allah, yang
tidak mungkin menjadi sebab timbulnya hal-hal negatif di kalangan orang-orang
baik dan terhormat.
Dengan hidayah Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan di atas
nilai-nilai yang utama inilah, kebahagiaan hidup bagi seluruh lapisan
masyarakat bisa tercapai. Wallahu a’lam.
[1] Hadist riwayat al Bukhari
(5/2002).
[2] Sunan al Baihaqi (7/308).
[3] Hadist riwayat al Bukhari
(5/2003).
[4] Lihat Fathul Bari (7/149
dan 9/236).
[5] Hadist riwayat al Bukhari
(5/2004).
[6] Hadist riwayat Muslim
(2/670), secara ringkas dari hadits yang panjang.
[7] Hadist riwayat Ahmad.
Lihat Majmu’ Zawaid (8/19).
[8] Hadist riwayat al Bazzar
dan ath-Thabrani. Lihat Majma’ az-Zawaid (7/320).
[9] Hadits riwayat Ahmad
(2/69, 128, 134).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar